dakwatuna.com – Washington. Surat kabar The Guardian dalam laporannya menyebutkan, ketegangan antara Turki dengan Israel kembali terjadi. Hal itu merupakan dampak dari pernyataan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan yang menyebut Israel telah bertindak diskriminatif dan rasis terhadap bangsa Palestina. Pernyataan itu segera ditanggapi pihak Israel dengan memanggil duta besar Turki di Tel Aviv, dan menuduh Turki telah melanggar HAM.
The Guardian, dalam laporannya, juga menyebut tudingan Presiden Erdogan terhadap berbagai tindakan Israel. Dalam pidatonya di Istanbul pada Senin (09/05) itu, Presiden Erdogan menyebut blokade terhadap Jalur Gaza sebagai tindakan yang tak berperikemanusiaan.
Lebih lanjut, Presiden Turki itu juga menyeru Umat Islam untuk meningkatkan kunjungan ke Al-Quds dan Masjid Al-Aqsha, sebagai bentuk dukungan terhadap permasalahan Palestina. Presiden Erdogan juga menyerukan pendirian negara Palestina yang berdaulat, dengan ibukota di Al-Quds. Selain itu, rancangan undang-undang Israel tentang pelarangan adzan juga tak luput dari kritikan Erdogan.
“Jika kalian beriman kepada agama kalian, lalu kenapa kalian takut terhadap seruan adzan? Kami tidak akan membiarkan adanya larangan adzan di Al-Quds!” tegas Erdogan.
Sementara itu, pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Israel menyoroti tindakan Turki terhadap para oposisinya pasca kegagalan upaya kudeta Juni tahun lalu.
Presiden Israel, Reuven Rivlin, saat bertemu dengan Uskup Agung Canterbury, Justin Welby di Yerusalem mengatakan, “Kita mendengar suara-suara yang menuduh Israel akan membangun kehidupan Yahudi di Al-Quds. Aku katakan kepada orang-orang itu, bahwa selama 150 tahun terakhir, bangsa Yahudi adalah mayoritas di Al-Quds yaitu sejak tahun 1850. Bahkan saat masa kekuasaan Turki Utsmani, Yahudi adalah mayoritas di Al-Quds.”
The Guardian melanjutkan, krisis diplomasi kedua kekuatan regional itu muncul ditengah sorotan masyarakat Internasional kepada keduanya yang diduga sama-sama melakukan pelanggaran HAM. Ketegangan kali ini, menurut Guardian, adalah mengejutkan dan pertama kali terjadi pasca rekonsiliasi bulan Juni tahun lalu.
Rekonsiliasi yang dimaksud adalah kesepakatan resmi untuk mengakhiri kerenggangan hubungan kedua negara (Turki-Israel), pasca insiden penyerbuan pasukan khusus Israel terhadap armada kemanusiaan Mavi Marmara. Armada kemanusiaan Mavi Marmara bertujuan untuk mematahkan blokade Israel terhadap Gaza. Penyerbuan itu sendiri menewaskan sembilan warga Turki.
Laporan The Guardian diakhiri dengan menyebutkan, Erdogan kembali berhadapan dengan Israel adalah untuk meningkatkan populeritasnya di dunia Arab, dan menciptakan citra pembela muslim tertindas. (whc/aljazeera/dakwatuna)
Redaktur: William Ciputra
Beri Nilai:
- Fajar Nurzaman - Blog Sang Pembelajar -
https://i0.wp.com/fajarnurzaman.net/wp-content/uploads/2017/05/Kritikan-Erdogan-Terhadap-Israel-Timbulkan-Ketegangan-Baru.jpg?fit=300%2C300
- http://fajarnurzaman.net/spiritualreligion/kritikan-erdogan-terhadap-israel-timbulkan-ketegangan-baru/
0 komentar:
Post a Comment