Friday, November 2, 2018

Mengapa Gempa Bumi Terus Terjadi di Indonesia?







Rekaman titik-titik pusat gempa di Indonesia selama 40 tahun atau sepanjang tahun 1973-2013. (sumber: earthquake.usgs.gov).



Pada awalnya, benua di planet Bumi hanya satu, yaitu benua yang sangat besar bernama Gondwana. Rentetan gempa sudah terjadi. Lalu super benua yang besar itu mulai terpecah, ilmuwan menyebut benua itu sebagai Pangea.


Fase besar kedua dalam pemecahan Pangaea dimulai pada era Cretaceous awal atau pada zaman Kapur Awal sekitar 150–140 juta tahun lalu ketika turunan kecil Gondwana dipisahkan menjadi beberapa benua, yaitu Afrika, Amerika Selatan, India, Antartika, dan Australia.


Benua yang super besar, mulai pecah menjadi beberapa benua-benua besar, lalu sebagian terus terpecah bergerak menjauh menjadi beberapa pulau-pulau besar dan semuanya bergerak terus menjauh dan terus menjauh, menjadi beberapa benua dan pulau-pulau seperti yang terlihat pada peta dunia sekarang.



Peta Super Benua Pangea dengan garis-garis benua modern yang terbentuk di masa kini



Disaat lempeng benua bergerak pada awalnya itu, pasti menimbulkan gempa. Dan terus berlanjut hingga kini.


Saat ini saja di dunia ada 5 kali gempa skala 5 SR sehari, tentu saja selama puluhan-juta tahun itu ada milayaran kali gempa diatas skala 5 SR.


Khusus di Indonesia, pada tahun 20 juta tahun sebelum masehi, zona tubrukan lempeng Australia dengan lempeng Asia terkunci dan menyebabkan menunjamnya lempeng Australia dibawah lempeng Asia.


Penunjaman atau subduction ini yang berlangsung hingga sekarang dan menyebabkan munculnya gunung-gunung api dan juga membentuk pegunungan Bukit Barisan disebelah barat sepanjang Pulau Sumatra dan juga sebelah selatan Pulau Jawa.


Kita mestinya tahu, bahwa pegeseran lempeng-lempeng benua penyebab gempa selalu bergerak dan terus bergerak… sejak planet Bumi ini terbentuk, hingga akhir hayatnya nanti.


Jadi bukannya mengharapkan ada gempa lagi dikemudian hari, namun itu adalah suatu kepastian. Manusia tak bisa mengelak suatu bencana, namun hanya tinggal bagaimana manusia dapat beradaptasi dan berusaha untuk menjauh dari pertemuan lempeng-lempeng benua tersebut, atau minimal untuk dapat mengetahui keilmuwan mengenai dasar-dasar penanggulangan gempa bumi.


Jika kita melihat ke belakang, terutama mengaca pada kejadian gempa yang menyebabkan tsunami di Aceh pada tahun 2004 ataupun di Padang pada tahun 2009 silam dan di Palu / Donggala pada 2018, para ahli mengatakan, apabila dilihat secara geologi, baik dari lempengan dan patahan yang ada, gempa memang sudah pasti akan terjadi di Indonesia.


Namun kapan akan terjadi, belum ada satu pun ilmuwan yang bisa memprediksi kapan terjadi. Inilah benang merah sebagai batas antara pengetahuan manusia dan kekuasaan Tuhan.



Wilayah Indonesia sangat berpotensi terjadi gempa bumi karena posisinya yang berada di pertemuan tiga lempeng utama dunia, yaitu Eurasia, Indoaustralia dan Pasifik.



Ada lebih dari 200 patahan aktif di wilayah Indonesia


Dr Daryono kepala bidang informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). mengatakan bahwa wilayah Indonesia sangat berpotensi terjadi gempa bumi karena posisinya yang berada di pertemuan tiga lempeng utama dunia, yaitu Eurasia, Indoaustralia dan Pasifik.


Dari tumbukan ini terimplikasi adanya sekitar enam tumbukan lempeng aktif yang berpotensi memicu terjadinya gempa kuat. Selain itu wilayah Indonesia juga sangat kaya dengan sebaran patahan aktif atau sesar aktif.


Ada lebih dari 200 patahan aktif yang sudah terpetakan dengan baik dan masih banyak yang belum terpetakan, sehingga tidak heran jika wilayah Indonesia dalam sehari mengalami lebih dari 10 gempa yang terjadi dan kebanyakan tidak begitu dapat dirasakan oleh manusia karena magnitudo yang rendah.


Posisi Indonesia dikenal berada di Cincin Api Pasifik (Ring of Fire) yaitu daerah ‘tapal kuda’ sepanjang 40.000 km yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi cekungan Samudra Pasifik.


Sekitar 90% dari gempa bumi yang terjadi dan 81% dari gempa bumi terbesar terjadi di sepanjang Cincin Api ini.


Mungkin kalau kita melihat ke dunia, akan kelihatan bahwa Indonesia itu sangat merah sebagai tanda rawan gempa dan gunung meletus dibandingkan dengan wilayah yang lainnya di dunia.


Danny Hilman Natawidjaja, peneliti utama bagian geologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan bahwa misalnya Jepang dan mungkin Filipina merah juga, California juga merah karena disitu ada zona San Andreas Fault yang besar dan bergerak sangat cepat.


Perbandingan Indonesia dengan bagian lain di dunia dilakukan dengan menggunakan global seismic hazard atau bahaya seismik global, Danny menjelaskan. Zonasi seismic hazard itu sudah dipakai Indonesia, yang Danny representasikan adalah potensi guncangan gempanya, yang direpresentasikan dengan nilai percepatan gravitasi (G), makin tinggi maka makin banyak guncangannya.


Nilai G lebih dari 5 menjadi berwarna merah. Nilai 3 sampai 5, kuning. Yang ada di bawahnya berwarna hijau biru dan sebagainya. Itu kelihatan bahwa Indonesia berwarna sangat merah jika dibandingkan dengan yang lain.



Lokasi stasiun gravitasi di Jawa Barat, Indonesia. Lingkaran merah adalah lokasi stasiun gravitasi. Segitiga merah adalah gunung berapi (G.Tangkubanperahu; G. Guntur). Garis tebal tak putus adalah sesar aktif (Barat: sesar Cimandiri; Timur: sesar Lembang). Garis putus-putus adalah garis sesar tektonik (fault).



Patahan-patahan aktif di Indonesia


Sejumlah sesar aktif atau patahan aktif adalah patahan besar Sumatra yang membelah Aceh sampai Lampung, sesar aktif di Jawa, Lembang, Jogjakarta, di utara Bali, Lombok, NTB, NTT, Sumbawa, di Sulawesi, Sorong, Memberamo, disamping di Kalimantan.


Pada dunia geologi, sesar atau patahan adalah fraktur plannar dalam volumen batuan. Biasanya mereka tersebut karena terjadi perpindahan yang signifikan antara gerakan massa batuan.


Untuk sesar yang berukuran besar, biasanya mereka merupakan hasil dari aksi gaya lempeng tektonik atau berada di antara lempeng. Jika terjadi pergeseran yang cepat pada sesar aktif, maka ini bisa menyebabkan gempa bumi. Berikut beberapa sesar aktif atau patahan aktif di Indonesia:



Patahan besar Sumatra yang membentuk “Gukit Barisan” membelah dari Aceh sampai Lampung.



Sesar Sumatera atau Sumatra Fault System (SFS) disebut sebagai sesar terbesar dan terpanjang di Indonesia.


Ia disebut juga sebagai Sesar Semangka karena membentang dan membelah Bukit Barisan, dari Aceh hingga ke Teluk Semangka di Selat Sunda, selatan Lampung.


Menurut studi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi dan California Technology University, panjang sesar Sumatera ini sekitar 1.600 kilometer. Ia memanjang dari Aceh hingga Teluk Semangka yang berada di Selat Sunda, selatan Lampung.



Sesar Palu-Koro dan sesar-sesar lain di sekitarnya.



Sesar Palu-Koro menempati urutan kedua sebagai sesar teraktif di Indonesia. Sesar dengan panjang 500 kilometer ini membentang dari tengah Pulau Sulawesi ke arah barat-laut ke Teluk Palu hingga ke Selat Makassar. Sesar ini juga berada di atas gunung-gunung api.


Pada 22 September 2018 lalu, pernah terjadi Gempa Palu / Donggala yang kuat yang menyebabkan tsunami dan menewaskan lebih dari 1500 orang. Selain itu, sebelumnya juga pernah terjadi gempa kuat di daerah itu sekitar tahun 1910 – 1920.


Namun tsunami yang muncul pada Gempa Palu / Donggala tahun 2018 bukan berasal dari gempa, melainkan dari runtuhnya dinding laut di dalam Teluk Palu dan menyebabkan gelombang tsunami setinggi hingga 10 meter ke daratan dan meluluh-tantakkan semua yang ada.


Sesar Sorong sebenarnya sangat panjang dan cukup unik karena terpisah di suatu titik, sesar ini juga memiliki sejarah yang cukup lama. Sesar ini membentang di utara Papua dari Papua New Guinea , ke Jayapura, ke daerah “kepala burung” papua, ke Maluku Utara, hingga ke Pulau Sulawesi bagian barat. Akibat sesar ini, pada tahun 1976 terjadi gempa di Papua yang menelan korban sebanyak 5.422 jiwa (422 tewas, lebih 5000 hilang).



Sesar Sorong



Sesar ini memotong ujung “Kepala Burung” di Propinsi Papua yang muncul sekitar 20 juta tahun lalu dan masih terus aktif berkembang hingga kini, dan bagian-bagian blok tubuhnya masih bergerak hingga sekarang. Penampakan dalam peta, sesar ini bukan sesar tunggal.


Bahkan lebih unik lagi sesar ini dari timur ke barat berupa dua sesar yang bergabung dan kemudian terpisah. Sesar Sorong terbagi dua yaitu Sesar Sorong-Maluku dan Sesar Sula-Sorong dan membuat sebuah tumbukan bernama Tumbukan Baitu di Sulawesi Tengah.



Garis biru adalah Sesar Mentawai atau disebut juga Mentawai Fault System (MFS)



Sesar Mentawai atau disebut juga Mentawai Fault System (MFS) lumayan panjang, nyaris sepanjang Sesar Semangka. Ia memanjang dan sejajar di selatan Sesar Sumatra, sepanjang kepulauan-kepulauan di selatan Pulau Sumatera termasuk Kepulauan Mentawai.


Sesar ini memanjang dari selatan Aceh, hingga ke selatan Kepulauan Mentawai. Jika sesar ini bergeser, maka ada potensi gempa dengan kekuatan minimal 5 SR.


Lokasi Sesar Mentawai berada di antara Sesar Sumatera di utara, dan tumbukan lempeng Eurasian dan India-Australia di selatannya.


Akibat sesr ini pada 28 Maret 2005 terjadi Gempa Nias, Sumatera Utara, yang menelan korban 1.346 jiwa. Dan pada 30 September 2009 terjadi gempa dilepas pantai Padang, Sumatera Barat, menelan korban 1.117 tewas, 1.214 terluka parah dan 1.688 luka ringan.



Lembang fault (yellow line) northern Bandung City. (Source: Wikimapia)



Sesar Lembang tidak begitu panjang dan memiliki tingkat kemiringan 2 milimeter per tahun yang melintasi kota Lembang, di utara Bandung. Ia memanjang sekitar 25 km di bawah Pasundan, Jawa Barat.


Dikatakan dia memanjang dari ruas jalan tol Padalarang hingga Gunung Manglayang di barat, atau mulai dari daerah Gunung Palasari hingga Cisarua. Jika bergeser, ada potensi gempa berkekuatan 7 SR di atasnya, khususnya di daerah Lembang.


Sekitar 700 tahun yang lalu, gempa bumi terjadi di beberapa titik di sepanjang garis patahan ini dan berpotensi memicu gempa hingga berkekuatan 7 SR.  Gempa bumi potensial ini dapat berdampak pada 8 juta orang yang saat ini tinggal di wilayah cekungan Bandung dan sekitarnya.



Pulau Madura termasuk daerah rawan gempa kerena diapit dua sesar / patahan (fault). Di utara ada sesar RMKS (Rembang-Madura-Kangean-Sakala) dan di selatannya ada Sesar Kambing.



Sesar Kambing baru terbentuk sejak lima tahun lalu, sesar ini cukup lebar dan memanjang di utara Jawa Timur, antara Pulau Jawa dan Pulau Madura melintsi Pulau Kambing.


Pada Kamis (11/10/2018) silam, wilayah Jawa Timur dan Madura diguncang gempa bumi yang dikenal sebagai “gempa bumi Situbondo” dengan kekuatan 6,4 SR.


Tak hanya di wilayah Jawa Timur, gempa dirasakan hingga Gianyar Bali, Sumenep Madura, bahkan Lombok Barat dan Mataram. Gempa ini menewaskam 3 orang di Sumenep, Madura.


Di wilayah Indonesia ada sekitar 200 sesar atau patahan (fault) lainnya dan tak mungkin disebutkan satu-persatu. Diantaranya selain Sesar Sumatera atau disebut sebagai Sesar Semangka atau Sumatra Fault System (SFS) yang membentang sepanjang pulau, ada pula di selatannya yang membentang sejajar yaitu Sesar Mentawai, dan di selatannya barulah ada Zona Subduksi antara Lempeng India-Australia dan Eurasian.


Di Pulau Jawa terdapat sesar-sesar yang kebanyakan kecil, namun aktif dan tak kalah membahayakan karena pulau ini berpenduduk padat. Selain Sesar Lembang di utara Bandung, ada Sesar Cimandiri membentang dari baratdaya Pelabuhanratu ke arah timur laut hingga ke Bandung.


Di Jawa Tengah ada Sesar Muria dan Sesar Opak/Jogja, Sesar Pati, Sesar Lasem. Di Jawa Timur ada Sesar Grindulu, semuanya ada di darat dan membentang sejajar dari barat daya menuju ke timur laut.


Di Pulau Madura, Jawa Timur, selain Sesar Kambing yang membentang di selatan pulau itu, juga ada Sesar RMKS (Rembang-Madura-Kangean-Sakala) yang membentang di utara pulau Madura dari Pulau Salakadi timur, hingga ke Rembang di Pulau Jawa.



Sesar aktif di kawasan Indonesia.



Sementara itu sesar yang ada di Indonesia tengah dan timur adalah Sesar Flores di Laut Flores, Sesar Wetar memanjang dari barat ke timur di dekat pulau Wetar atau di utara Kepulauan NTT.


Di Pulau Sulawesi ada Sesar Walanea di Sulawesi Selatan memanjang ke selatan atau ke Laut Flores. Di Sulawesi Tengah ada Sesar Poso, Sesar Sausu, Sesar Budong-Budong, Sesar Bungadidi, Sesar Palolo Graben dan sesar-sesar kecil lainnya.


Di Sulawesi Tenggara ada Sesar Matano, Sesar Towuti, Sesar Lawanopo, Sesar Tolo. Di Sulawesi Barat ada Sesar Majene, Sesar Enrekang. Di Sulawesi Utara ada Sesar Gorontalo dan sesar-sesar kecil lainnya.


Di Pulau Papua selain Sesar Sorong ada pula Sesar Ransiki di kepala burung Papua, Sesar Manokwari di dekat Pulau Biak, dan beberapa sesar lainnya.


BMKG Minta Semua Pihak Waspadai Patahan Lembang


Sesar atau Patahan Lembang (Lembang Fault) adalah sesar geologis aktif dengan tingkat kemiringan 2 milimeter per tahun yang melintasi kota Lembang dan memiliki panjang 25 kilometer di utara cekungan Bandung.


Patahan Lembang yang memanjang sekitar 25 kilometer di utara Bandung menjadi potensi bencana besar yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Ancaman bahaya ini telah banyak dibahas para ahli. Semua pihak meminta agar pemerintah dan warga dapat mengantisipasi dan mengurangi dampak jika benar gempa bumi besar terjadi saat ada pergerakan di Patahan Lembang.


Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan penjelas resmi tentang ancaman risiko gempa bumi itu. Mereka mengeluarkan rilis sejak Senin 14 Agustus 2017 silam, dan penjelasannya langsung dari Deputi Bidang Geofisika BMKG di kala itu, Muhammad Sadly.



Skenario gempa akibat Sesar Lembang / Patahan Lembang (Lembang Fault) Download PDF (1.34 MB)



Isinya, BMKG membenarkan bahwa di Bandung terdapat struktur Sesar Lembang dengan panjang jalur sesar mencapai 30 kilometer.


Hasil kajian menunjukkan bahwa laju pergeseran Sesar Lembang mencapai 5,0 mm/tahun. Hasil monitoring BMKG juga menunjukkan adanya beberapa aktivitas seismik dengan kekuatan kecil. Adanya potensi gempa bumi di jalur Patahan Lembang dengan magnitudo maksimum M=6,8 merupakan hasil kajian para ahli.


Hasil pemodelan peta tingkat guncangan (shakemap) oleh BMKG dengan skenario gempa dengan kekuatan M=6,8 dengan kedalaman hiposenter 10 km di zona Sesar Lembang menunjukkan bahwa dampak gempa dapat mencapai skala intensitas VII-VIII MMI.


Jika dideskripsikan, potensi kerusakan ringan pada bangunan dengan konstruksi yang kuat akan terjadi. Dinding tembok dapat lepas dari rangka, menara roboh, dan air menjadi keruh.


Sementara untuk bangunan sederhana nonstruktural dapat terjadi kerusakan berat hingga dapat menyebabkan bangunan roboh. Secara umum skala intensitas VII-VIII MMI dapat mengakibatkan terjadinya goncangan sangat kuat dengan kerusakan sedang hingga berat.



Sesar Lembang / Patahan Lembang (garis kuning) di dekat Bosscha Observatory (Sumber: Wikimapia)



Selain diintai potensi gempa bumi karena ada Sesar Lembang, 10 kecamatan di Kota Bandung rupanya juga berpotensi mengalami likuifaksi. Hal itu diungkapkan oleh Kasubid-1 Perencanaan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Bappelitbang Kota Bandung, Andry Heru Santoso.


Dia mengatakan, hasil itu didapat berdasarkan penelitian antara Pemkot Bandung, ITB, dan United Nation yang dilakukan pada tahun 1990-2000. Sepuluh kecamatan di Kota Bandung yang berpotensi mengalami likuifaksi adalah:


  1. Bandung Kulon

  2. Babakan Ciparay

  3. Bojongloa Kaler

  4. Bojongloa Kidul

  5. Astanaanyar

  6. Regol

  7. Lengkong

  8. Bandung Kidul

  9. Kiaracondong, dan

  10. Antapani



  11. Sesar Lembang / Patahan Lembang (Lembang Fault). Garis warna merah adalah Sesar Lembang atau Patahan Lembang (Lembang Fault) adalah sesar geologis aktif dengan tingkat kemiringan 2 milimeter per tahun yang melintasi kota Lembang dan memiliki panjang 30 kilometer di utara Cekungan Bandung atau Bandung Basin mulai dari Gunung Palasari hingga Cisarua.




Korban manusia dan infrastuktur


Di wilayah Indonesia, puluhan gempa besar dari ratusan gempa yang terasa dan tercatat, mungkin yang tak terasa berjumlah ribuan gempa, yang paling mematikan dan tercatat pada masa modern ada 8 gempa, yaitu:


  • Gempa Aceh pada 26 Desember 2004 yang berkekuatan 9,3 pada skala Richter, menyebabkan 180 ribu orang meninggal dengan kerugian Rp45 triliun dari total meninggal di seluruh negara yang terkena berjumlah 283.106 jiwa.

  • Gempa Jogjakarta pada 26 Mei 2006 menelan korban sebanyak sekitar 6000 jiwa.

  • Gempa Papua pada 25 Juni 1976 menelan korban sebanyak 5.422 jiwa (422 tewas, lebih 5000 hilang).

  • Gempa Flores pada 12 Desember 1992 menelan korban sebanyak minimal 2.500 tewas dan 500 luka-luka.

  • Gempa Ambon pada 17 Februari 1674 menelan korban lebih dari 2.322 jiwa.

  • Gempa Pulau Bali pada 20 Januari 1917 yang terjadi di daratan minimal menelan korban 1500 jiwa.

  • Gempa Palu / Donggala pada 22 September 2018 lalu, yang kuatnya 7.6 SR menyebabkan likuifaksi di bebeapa daerah dan menyebabkan longsornya tebing di dalam Teluk Palu yang menyebabkan tsunami dan menewaskan lebih dari 1500 orang.

  • Gempa Pulau Nias, Sumatera Utara pada 28 Maret 2005 menelan korban 1.346 jiwa.


Titik episenter gempa-gempa di Pulau Lombok hanya di sepanjang tahun 2018. (sumber: USGS)



Sementara gempa di Pulau Lombok NTB yang terjadi hari Minggu 5 Agustus 2018 silam dengan magnitude 7 M telah menyebabkan lebih dari 98 korban meninggal di samping ribuan orang harus mengungsi.


Dan kemudian tak sampai dua bulan, disusul Gempa Palu Donggala pada 28 September 2018 bermagnitude 7.7 M yang diikuti oleh gelombang tsunami setinggi 3 – 11 meter yang terjadi di Donggala (lihat video), Palu, Mamuji, Sigi dan sekitarnya.


Lebih dari 1700 korban meninggal, lebih dari 500 orang luka-luka di samping ribuan orang yang juga harus mengungsi. Jadi apakah kerugian, termasuk kerugian material seperti rumah, jalan, jembatan dsb, akan terus terjadi mengingat tingginya potensi terjadinya gempa di Indonesia?


“Masyarakat kita akan terus menjadi korban setiap terjadinya gempa karena kita juga tidak melihat langkah-langkah konkrit yang benar-benar, semacam juklak bagaimana membangun bangunan tahan gempa itu diedukasikan secara masif sehingga masyarakat kita benar-benar memahami dan kemudian mindset itu berubah,” kata Dr Daryono.



Rentetan gempa-gempa yang terjadi pada tanggal 28 September 2018 di Pulau Sulawesi daerah Donggala, Palu, Mamuji, Sigi dan sekitarnya yang kemudian memicu gelombang tsunami setinggi 3 meter.  (lihat video tsunami). (sumber: USGS)



Sementara kepadatan penduduk dan bangunan di Jawa dan Sumatra dibandingkan di bagian timur, menyebabkan lebih besar kemungkinan risiko korban dan kerusakan.


“Kalau kita lihat dari potensi hazard-nya, bahayanya, Indonesia timur itu dua kali lipat potensinya dibandingkan dengan wilayah barat, tetapi yang nama risiko itu kan juga mempertimbangkan keberadaan populasi dan infrasturktur. Untuk saat ini infrastruktur dan populasi kebanyakan di Jawa dan Sumatra, daerah Papua dan Maluku kan masih sedikit,” kata ahli geologi LIPI, Danny Hilman.


Seharusnya bisa diwaspadai dan diantisipasi


Mengingat besarnya potensi dan risiko gempa di Indonesia dan telah panjang catatan sejarahnya, bukankah langkah pencegahan seharusnya sudah diambil?


Pemerintah mengatakan berbagai cara untuk mengantisipasi bencana alam ini telah dilakukan, termasuk dengan menggunakan teknologi tinggi.


“Sistem monitoring gempa bumi, sistem processing dan diseminasi penyebaran itu sudah sangat bagus, menggunakan teknologi yang. Dalam waktu kurang dari tiga menit itu sudah bisa mendapatkan informasi parameter gempa. Waktu gempa, kekuatan, kedalaman dan lokasinya. Kita juga bisa mengeluarkan peringatan dini tsunami dengan cepat,” kata Daryono dari BMKG.



Tahun 2017, Indonesia telah merevisi peta seismic hazard dimana seluruh wilayah sudah dizonasi dan dikuantifikasi terkait seberapa besar potensi guncangan seismiknya.


“Berdasarkan peta itu seorang ahli sipil bisa mendisain struktur tahan gempa yang cocok untuk seluruh wilayah di Indonesia. Kalau semua orang, semua bangunan mengikuti, mematuhi peraturan yang ada, saya pikir nggak ada masalah kapan ada gempa terjadi karena yang paling berbahaya waktu gempa itu bukan gempanya tetapi bangunan yang roboh,” kata Danny Hilman Natawidjaja dari LIPI.


Jadi mengapa masyarakat tetap menjadi korban setiap terjadi gempa, dengan adanya berbagai hal seperti teknologi tinggi dan kesiapan zonasi?



Animasi bergesernya lempeng-lempang tektonik benua Pangaea pada zaman Kapur Awal sekitar 150–140 juta tahun lalu. Sejak ini, pergeseran itu sudah menghasilkan gempa dan bahkan tsunami.



“Masih jauh urusan awareness, urusan pemahaman. Mereka belum siap. Kenapa mereka belum siap?


Mereka tidak tahu informasinya. Sangat sedikit masyarakat dari kami yang tahu. Tahu tentang itu wilayah gempa atau tahu disitu ada ancaman gempa, itu sangat sedikit.


“Mereka juga tidak tahu bagaimana cara untuk menanggulangi kalau itu terjadi,” kata Hening Parlan dari Lembaga Lingkungan Hidup dan Bencana, Aisyiyah yang telah mengamati topik keberdayaan masyarakat dalam mengatasi bencana alam, seperti gempa selama 20 tahun.


Kita tak perlu takut, justru Tuhan mengharapkan kita untuk banyak belajar dan terus belajar dalam penanggulangan bencana alam termasuk gempa, agar kita dapat menjadi leaders dalam hal bencana gempa bumi di muka Bumi.


Lalu, ilmu yang kita dapatkan tersebut juga dapat kita disebarkan kepada wilayah lain bahkan ke negara lainnya. Selama ilmu tersebut selalu digunakan, maka yang menyebarkannya akan selalu mendapatkan pahala yang mengalir kepadanya. Semoga kita dapat lebih siap lagi dan dapat belajar lebih baik lagi serta dapat mengambil manfaatnya. (IndoCropCircles.com / USGS / AIR / BBC / berbagai sumber)


Pustaka:



Gempa bumi terbaru dan patahan aktif di Pulau Jawa. (Sumber: AIR)




Pengaturan Peta Tektonik di Pulau Jawa. (sumber: USGS)




Sesar aktif dan rekam jejak seismisitas di kawasan Asia Tenggara. Titik-titik besar menunjukkan peristiwa gempa yang lebih besar dari M7.0 sejak 1800; sedangkan peristiwa yang lebih besar dari M8.0 sejak 1900 diberi label. (Sumber: AIR)




Frekuensi gempa bumi sejak tahun 1800 di zona subduksi utama di Asia Tenggara. Frekuensi dinormalisasi dengan panjang parit patahan (per 100 km) dan disesuaikan dengan tingkat konvergensi di seluruh zona subduksi. (Sumber: AIR)




Video:


SCARY MOMENTS!! – TSUNAMI HITS SULAWESI AFTER QUAKE 7.7M (Sept 28, 2018)


Ahli Geologi: Tidak Hanya Sesar Palu-Koro, Waspadai Pula Sesar Sorong


Bandung Waspada Sesar Lembang


PATAHAN LEMBANG


The Early Earth and Plate Tectonics


Penjelasan Ring Of Fire yang ada di Indonesia


Indonesia dilingkaran lempeng tektonik


RING OF FIRE: An Indonesian Odyssey (Documentary)



Artikel Lainnya:


Gila! Patahan Mematikan Terbesar Dunia Ditemukan di Palung Laut Indonesia


8 Gempa di Indonesia Yang Tercatat Dengan Jumlah Korban Ribuan


11 Tsunami Paling Dahsyat & Mematikan Pada Zaman Modern


10 Fenomena Misterius di Lautan


7 Misteri-Misteri Alam Yang Sulit Diterima Nalar


10 Misteri Indonesia Yang Mungkin Belum Pernah Anda Ketahui Sebelumnya


Warga Takjub, Pulau Heboh Ini Nongol Setelah Gempa Di Pakistan!


Misteri Bola Cahaya Aneh Sebelum Gempa Bumi


Masih Misteri, Bagaimana Meramal Gempa Bumi? Peneliti Mengklaim Ada Teori Baru


Prediksi Gempa: Inilah Cara Hewan Dapat Mengetahui Akan Terjadi Gempa Bumi


Gempa Jogjakarta 2006: Akibat Bom Besar di Tengah Laut??


Gila! HAARP Senjata Canggih, Mengatur Pikiran, Gempa dan Iklim Dunia! Termasuk Gempa dan Tsunami di Indonesia!


[Project Seal] Tsunami Aceh Sumatra 2004: Bom Nuklir Bawah Laut


Kapal Selam AS Ini Dicurigai Berperan Sebagai Pembuat Tsunami Aceh


Wow! Ternyata Bumi Punya Cadangan Air Tiga Kali Lautan


Ditemukan Struktur Misterius Dibawah Laut California AS, Alien Base?


Heboh! Nongol Pulau Setelah Meletusnya Gunung Api Bawah Laut Di Jepang


Cerita Para Supir Taksi Jepang Bawa Penumpang Hantu di Kota Bekas Tsunami


Misteri South Atlantic Anomaly, “Lubang Segitiga Bermuda Angkasa” Diatas Brazil


Mengerikan! Ilmuwan Temukan “Zona Kematian” di Samudera Atlantik


Ditemukan: Gunung Raksasa Sumatra Diameter 50 Km Tinggi 4,6 Km!


Ditemukan: Gunung Api Mega Besar Dibawah Samudera Pasifik!


Misteri Temuan Samudera Raksasa Di Bawah Benua Asia


Misteri Letusan Gunung Toba, Satu-Satunya Supervolcano di Indonesia


Misteri dan Kronologi Meletusnya Tambora, Tiga Kerajaan Lenyap Seketika!


Lebih Dari 2000 Tewas: Tsunami Ambon dan Pulau Seram 1674


Buku “Oera Linda” : Tsunami terdahsyat 4200 tahun lalu (2193 SM) memusnahkan banyak Kerajaan di Bumi


Tsunami Dahsyat Ungkap Lokasi Kota Legendaris Atlantis?




https://wp.me/p1jIGd-9kf


((( IndoCropCircles.com | fb.com/IndoCropCirclesOfficial )))






Source link


- Fajar Nurzaman - Blog Sang Pembelajar -
https://i2.wp.com/fajarnurzaman.net/wp-content/uploads/2018/11/1541196079_mengapa-gempa-bumi-terus-terjadi-di-indonesia.jpg?fit=963%2C634
- http://fajarnurzaman.net/mistery-konspirasi/mengapa-gempa-bumi-terus-terjadi-di-indonesia/

0 komentar:

Post a Comment